IPC (Interpersonal Communication)@work - Ruang berbagi pengalaman, teknik dan tips komunikasi antarpribadi agar kantor menjadi tempat berinteraksi yang menyenangkan dan juga produktif.
Film di kepala
Sebelum bertemu orang, apalagi orang baru, adakalanya
kita membayangkan situasi komunikasi yang akan terjadi. Mungkin sosoknya galak, dan susah diajak berembug. Terbayang kita gugup berbicara.
Keringat mengucur. Kata-kata keluar sepatah demi sepatah.
Posting politik di medsos, berkurang kawan di kantor
Orang kadang tidak menyadari dunia media sosial dan dunia nyata, termasuk interaksi di kantor itu berhubungan. Bila seseorang bekerja di lingkungan yang sama pandangan politiknya, postingan sebutral apapun tidak menjadi masalah. Malah, jangan-jangan, membantu membangun interaksi yang lebih baik dengan rekan-rekan kerjanya, termasuk atasan atau bawahan. Namun, bila dia bekerja di lingkungan yang beragam pilihan politiknya, maka postingan politis selalu membawa risiko pada interaksi dengan rekan-rekan kerjanya.
Agar para givers tidak kabur
Kita semua menginginkan rekan kerja yang ringan tangan. Yang mudah membantu saat ada kesulitan atau beban perkerjaan yang terlalu besar untuk ditangani sendiri. Tapi, tahukah Anda bahwa bila tidak diperlakukan dengan benar, rekan yang ringan tangan itu bisa kehabisan tenaga, mutung bahkan cabut dari pekerjaannya?
Mau dapat ide bagus? Tahan penilaian
Bagaimana Anda menanggapi anggota tim saat mengusulkan gagasan menentukan gagasan yang Anda dapatkan. Bila ditarik lebih jauh, inovasi kreativitas dari organisasi pada akhirnya ditentukan oleh sikap Anda sendiri sebagai pemimpin, khususnya saat menerima gagasan.
Pribadi yang terbuka bagi feedback
Kalau Anda sering memberi feedback pada rekan atau tim Anda, maka itu bagus karena akan membantu mereka mengembangkan diri. Tapi, jangan lupa, Anda pun harus menerima feedback dari mereka, demi kemajuan profesional Anda sendiri.
Kesempatan EMAS saat karyawan membawa anak ke kantor
Sehabis hari raya, tidak sedikit karyawan membawa anaknya ke kantor. Apakah Anda pernah merasa kesal dengan itu? Wah, jangan.
Saya tidak hendak mengajak Anda untuk berempati, mencoba mengajak Anda duduk di posisinya. Mengajak merasakan apa yang mereka rasakan, yang sedang kelabakan mengurus rumah karena ditinggal ART (Asisten Rumah Tangga). Nope, bukan itu poin-nya.
Tapi, saya justru ingin mengajak Anda mengambil kesempatan itu untuk membangun hubungan lebih baik bersama tim Anda. Ketimbang family day, yang menghabiskan banyak dana, berkomunikasi dengan karyawan saat membawa anaknya jauh lebih efektif membangun tim.
Banyak alasan yang mendasarinya, tapi saya tidak ingin memaparkan teori di sini. Secara sekilas saja. Anak dalam hati orang Indonesia menempati posisi penting. Tidak jarang kita temui fakta, bermusuhan dengan anak, berarti bermusuhan dengan orang tuanya. Berhubungan baik dengan anak, berarti berhubungan baik dengan orang tua.
Saya pernah mendampingi para petugas lapangan yang merasa kesulitan "menembus" orang dewasa di suatu kampung. Setelah mempelajari, saya arahkan agar mereka mendekati anak-anaknya. Berbaik hati pada mereka. Datang membawa permen. Ajak ngobrol. Sapa. Bermain bersama. Hasilnya, para orang tua luluh dan akhirnya mendukung program pembangunan yang dilaksanakan para petugas lapangan.
Kembali ke cerita kantor. Berkomunikasi dengan anak di kantor jauh lebih efektif ketimbang family day. Karena, situasinya lebih natural dan rekan yang membawa anak memang sedang mengharapkan Anda berkomunikasi yang baik dengannya.
Cukuplah dengan teori. Sekarang, pertanyaannya adalah bagaimana memanfaatkan moment penting itu?
Pertama, hindari sikap yang mempertanyakan. Kok anaknya dibawa? Emang ga ada orang di rumah? Ingat, awal komunikasi adalah pembentuk kesan yang paling kuat. Jangan membuat orang tidak nyaman karena akan susah mengubahnya.
Kedua, langsung sapa dan ajak bicara anaknya. Kalau belum tahu namanya, tanyakanlah. "Adik cantik siapa namanya niih?"
Ketiga, tawarkan sesuatu yang bisa dimainkan atau membuat sibuk anak. Dengan begitu, Anda membantu orang tuanya sedikit fokus pada pekerjaan. Tidak perlu repot mengambil alih pekerjaannya. Kalau perlu dan tidak mengganggu kerja Anda, ajak saja anaknya bermain.
Keempat, kenalkan juga anak Anda pada anak rekan atau tim Anda. Kalau tidak berkesempatan untuk datang, tunjukkan saja fotonya. Ajak video call dan lain-lain. Dengan teknologi, sekarang banyak cara berkomunikasi.
Saya menulis ini, tentu, tidak dalam pikiran karyawan itu akan membawa anaknya ke kantor tiap hari, kebanyakan hari atau sering-sering. Kalau itu yang terjadi, maka sudah masuk ranahnya HRD. Tapi, saya ingin mengingatkan semua pemimpin di kantor: tim yang solid, militan, bekerja dan mendukung sepenuh hati.
Kalau itu yang diinginkan, maka Anda tidak bisa mendapatkannya hanya dengan merebut hati tim kerja Anda. Ini Indonesia. Anda harus ikut merebut keluarganya. Anak adalah salah satu rantai komunikasi yang penting. Untuk itu, manfaatkan moment yang natural. Family day? Boleh saja, tapi kan cukup mahal ya?
Note: sekedar info, di luar sana, yang paham komunikasi antarpribadi dan manfaat interaksi keluarga dalam setting kantor, membawa anak ke kantor bahkan sudah menjadi program tersendiri
Risang Rimbatmaja
Saya tidak hendak mengajak Anda untuk berempati, mencoba mengajak Anda duduk di posisinya. Mengajak merasakan apa yang mereka rasakan, yang sedang kelabakan mengurus rumah karena ditinggal ART (Asisten Rumah Tangga). Nope, bukan itu poin-nya.
Tapi, saya justru ingin mengajak Anda mengambil kesempatan itu untuk membangun hubungan lebih baik bersama tim Anda. Ketimbang family day, yang menghabiskan banyak dana, berkomunikasi dengan karyawan saat membawa anaknya jauh lebih efektif membangun tim.
Banyak alasan yang mendasarinya, tapi saya tidak ingin memaparkan teori di sini. Secara sekilas saja. Anak dalam hati orang Indonesia menempati posisi penting. Tidak jarang kita temui fakta, bermusuhan dengan anak, berarti bermusuhan dengan orang tuanya. Berhubungan baik dengan anak, berarti berhubungan baik dengan orang tua.
Saya pernah mendampingi para petugas lapangan yang merasa kesulitan "menembus" orang dewasa di suatu kampung. Setelah mempelajari, saya arahkan agar mereka mendekati anak-anaknya. Berbaik hati pada mereka. Datang membawa permen. Ajak ngobrol. Sapa. Bermain bersama. Hasilnya, para orang tua luluh dan akhirnya mendukung program pembangunan yang dilaksanakan para petugas lapangan.
Kembali ke cerita kantor. Berkomunikasi dengan anak di kantor jauh lebih efektif ketimbang family day. Karena, situasinya lebih natural dan rekan yang membawa anak memang sedang mengharapkan Anda berkomunikasi yang baik dengannya.
Cukuplah dengan teori. Sekarang, pertanyaannya adalah bagaimana memanfaatkan moment penting itu?
Pertama, hindari sikap yang mempertanyakan. Kok anaknya dibawa? Emang ga ada orang di rumah? Ingat, awal komunikasi adalah pembentuk kesan yang paling kuat. Jangan membuat orang tidak nyaman karena akan susah mengubahnya.
Kedua, langsung sapa dan ajak bicara anaknya. Kalau belum tahu namanya, tanyakanlah. "Adik cantik siapa namanya niih?"
Ketiga, tawarkan sesuatu yang bisa dimainkan atau membuat sibuk anak. Dengan begitu, Anda membantu orang tuanya sedikit fokus pada pekerjaan. Tidak perlu repot mengambil alih pekerjaannya. Kalau perlu dan tidak mengganggu kerja Anda, ajak saja anaknya bermain.
Keempat, kenalkan juga anak Anda pada anak rekan atau tim Anda. Kalau tidak berkesempatan untuk datang, tunjukkan saja fotonya. Ajak video call dan lain-lain. Dengan teknologi, sekarang banyak cara berkomunikasi.
Saya menulis ini, tentu, tidak dalam pikiran karyawan itu akan membawa anaknya ke kantor tiap hari, kebanyakan hari atau sering-sering. Kalau itu yang terjadi, maka sudah masuk ranahnya HRD. Tapi, saya ingin mengingatkan semua pemimpin di kantor: tim yang solid, militan, bekerja dan mendukung sepenuh hati.
Kalau itu yang diinginkan, maka Anda tidak bisa mendapatkannya hanya dengan merebut hati tim kerja Anda. Ini Indonesia. Anda harus ikut merebut keluarganya. Anak adalah salah satu rantai komunikasi yang penting. Untuk itu, manfaatkan moment yang natural. Family day? Boleh saja, tapi kan cukup mahal ya?
Note: sekedar info, di luar sana, yang paham komunikasi antarpribadi dan manfaat interaksi keluarga dalam setting kantor, membawa anak ke kantor bahkan sudah menjadi program tersendiri
Risang Rimbatmaja
Agar feedback tidak backfire
Feedback itu esensial bagi perbaikan kinerja seseorang. Bila kita tidak menerima feedback, maka kita tidak tahu apa yang perlu diperbaiki dan dipertahankan dari diri kita.
Tapi, feedback juga bisa backfire alias menjadi bumerang. Bukannya mendorong perbaikan kinerja, tidak jarang, feedback memicu perang dingin, perpecahan sampai pertengkaran. Biasanya, pangkal masalahnya terletak pada cara memberi feedback.
Agar tidak menjadi bumerang, tapi justru meningkatkan kinerja seseorang, berikut adalah hal yang perlu diperhatikan dalam memberi feedback.
1. Jangan judgemental, yang deskriptif saja
Jangan menggunakan kata-kata menghakimi. Jangan masukkan penilaian Anda. Sebaliknya, sebisa mungkin gambarkan sesuai fakta. Penggunaan kata-kata yang menghakimi atau evaluatif akan menyinggung perasaan dan memicu penolakkan.
"Kamu bener-bener malas, kerjamu payah!" Ini adalah contoh feedback yang judgemental. Kata malas atau payah adalah kata-kata yang menghakimi dan penuh penilaian.
"Saudara sering datang tidak tepat waktu. Saya pelajari 80% Saudara datang 30 menit sesudah waktu masuk. Penjualan Saudara juga tidak memenuhi target. Ditargetkan 100 untuk tahun ini, sejauh ini Saudara mencapai 50 atau separuhnya."
2. Apresiatif, jangan defisit melulu
Mencari kekurangan orang itu mudah. Yang lebih sulit adalah mencari kelebihannya. Masalahnya, kalau kita hanya memberi tahu apa kekurangannya, maka orang tidak akan termotivasi. Kebanyakan orang termotivasi untuk semakin memperbaiki diri karena diangkat kelebihannya. Jadi, bersikaplah seimbang, kemukakan kekurangan yang Anda pikir perlu diperbaiki namun dengan cukup proporsional, kemukakan pula kelebihannya.
"Saya lihat Anda paling banyak menggunakan dana entertain. Dalam enam bulan pertama, dana untuk itu di tim Anda sudah habis. Saya pikir ke depan perlu diefisienkan. Saya juga lihat dalam dua bulan terakhir Tim Anda paling banyak mendapat orderan. Saya kita ini bagus sekali untuk dipertahankan."
3. Spesifik
Kita perlu menyampaikan feedback yang spesifik agar rekan atau tim kita tahu, apa yang perlu dipertahankan atau apa yang perlu diperbaiki.
"Negosiasi kalian tadi itu bagus sekali." Ini adalah contoh feedback yang terlalu umum. Apanya yang bagus? Kalau Anda menilai sebaliknya, kurang bagus, maka apanya yang kurang bagus?
"Waktu negosiasi tadi, kalian singgung sejerah kerjasama tim kita dengan tim mereka, yang penuh perjuangan. Itu poin bagus banget!"
Di atas contoh feedback yang lebih spesifik karena mengangkat satu aspek dari proses negosiasi yang mereka lakukan.
Nah, di atas adalah tiga panduan dasar untuk memberi feedback agar tidak backfire. Ingat, berikan feedback pada rekan atau tim agar mereka memperbaiki diri. Tapi, jangan lupa membuka diri untuk feedback dari mereka.
Bagus, tapi....
Seringkah Anda memberi feedback pada rekan atau tim Anda dengan rumusan: bagus, tapi...?
"Produknya punya durability yang bagus, tapi...kurang menjual."
"Presentasinya sudah bagus, tapi tampaknya tidak sesuai dengan harapan klien."
"Idenya kreatif, tapi tidak efisien."
Mengangkat aspek-aspek positif dulu, lalu diakhiri dengan menyebut kekurangan.
Jika tujuannya adalah untuk memperbaiki performa rekan kita, maka rumusan bagus, tapi...acap kali kontraproduktif.
Yang menyampaikan feedback mungkin tidak bermaksud buruk, mungkin hanya karena kebiasaan, tapi rumusan semacam itu dapat membuat si penerima merasa tidak nyaman, bahkan tak jarang, sakit hati. Kata orang, diangkat tinggi, lalu (dari ketinggian) dijatuhkan. Duh, sakitnya tuh di sini....
Salah satu alasan orang menggunakan rumusan bagus, tapi...adalah karena dia ingin menyampaikan feedback secara komplit. Ada gambaran tentang kekuatan sekaligus kekurangannya. Kalau memang demikian, ada baiknya rumusannya diperbaiki menjadi sebagai berikut.
1. Hilangkan kata hubung tapi. Sampaikan kelebihan dan kekurangan secara setara.
"Ada dua hal yang ingin saya sampaikan. Pertama, saya menilai idenya kreatif. Setahu saya, belum ada perusahaan yang membuat produk semacam itu. Kedua, yang perlu diperbaiki adalah aspek efisiensi, sehingga feasible untuk diproduksi."
2. Kalau pun ingin menggunakan kata tapi, baiknya rumusannya dibalik, yang kurang adalah...tapi, ....sudah bagus.
"Sejauh ini saya amati produk kita kurang menjual, tapi saya mendapat info dari pelanggan, durability-nya jauh lebih bagus dibandingkan kompetitor kita."
Isinya tidak berubah. Poin-poinnya sama saja. Hanya masalah pengemasan. Dan yang terpenting, penerima lebih terbuka untuk menerima feedback kita.
Risang Rimbatmaja
IPC Facilitator
"Produknya punya durability yang bagus, tapi...kurang menjual."
"Presentasinya sudah bagus, tapi tampaknya tidak sesuai dengan harapan klien."
"Idenya kreatif, tapi tidak efisien."
Mengangkat aspek-aspek positif dulu, lalu diakhiri dengan menyebut kekurangan.
Jika tujuannya adalah untuk memperbaiki performa rekan kita, maka rumusan bagus, tapi...acap kali kontraproduktif.
Yang menyampaikan feedback mungkin tidak bermaksud buruk, mungkin hanya karena kebiasaan, tapi rumusan semacam itu dapat membuat si penerima merasa tidak nyaman, bahkan tak jarang, sakit hati. Kata orang, diangkat tinggi, lalu (dari ketinggian) dijatuhkan. Duh, sakitnya tuh di sini....
Salah satu alasan orang menggunakan rumusan bagus, tapi...adalah karena dia ingin menyampaikan feedback secara komplit. Ada gambaran tentang kekuatan sekaligus kekurangannya. Kalau memang demikian, ada baiknya rumusannya diperbaiki menjadi sebagai berikut.
1. Hilangkan kata hubung tapi. Sampaikan kelebihan dan kekurangan secara setara.
"Ada dua hal yang ingin saya sampaikan. Pertama, saya menilai idenya kreatif. Setahu saya, belum ada perusahaan yang membuat produk semacam itu. Kedua, yang perlu diperbaiki adalah aspek efisiensi, sehingga feasible untuk diproduksi."
2. Kalau pun ingin menggunakan kata tapi, baiknya rumusannya dibalik, yang kurang adalah...tapi, ....sudah bagus.
"Sejauh ini saya amati produk kita kurang menjual, tapi saya mendapat info dari pelanggan, durability-nya jauh lebih bagus dibandingkan kompetitor kita."
Isinya tidak berubah. Poin-poinnya sama saja. Hanya masalah pengemasan. Dan yang terpenting, penerima lebih terbuka untuk menerima feedback kita.
Risang Rimbatmaja
IPC Facilitator
Subscribe to:
Posts (Atom)
Kesempatan EMAS saat karyawan membawa anak ke kantor
Sehabis hari raya, tidak sedikit karyawan membawa anaknya ke kantor. Apakah Anda pernah merasa kesal dengan itu? Wah, jangan. Saya tida...